Tuesday, July 18, 2017

Alun-Alun Kota Malang

Cc: www.reresepan.com

Salah satu keunikan Kota Malang adalah memiliki dua buah alun-alun.
Dua buah alun-alun ini hanya terpisah sekitar 1 km dan dibatasi oleh Sungai Brantas yang mengalir diantara keduanya. Meski hanya terpisah “sepelemparan batu,” namun tahukah anda bahwa kedua ini memiliki posisi yang berbeda dalam sejarah perjalanannya? Kedua tempat yang instagramable ini, ternyata menjadi tempat eksistensi sesuatu yang disebut ruang terbuka untuk rakyat. Sedangkan yang lainnya merupakan ruang eksklusif bagi penguasa. Mengapa bisa demikian?
Sejarah panjang kedua alun-alun itu dimulai saat masa penjajahan Belanda. Alun-alun Kotak yang  sering disebut Alun-Alun Malang lebih dahulu dibangun pada tahun 1882. Pembangunan alun-alun ini, awalnya tak lepas dari simbol kekuasaan dari kota-kota di Pulau Jawa. Meski begitu, ternyata alun-alun Malang memiliki anomali dibandingkan dengan alun-alun lainnya. Anomali tersebut adalah letak bangunan-bangunan yang mengelilingi alun-alun tersebut. Biasanya, sebuah alun-alun akan dikelilingi oleh pendopo kabupaten yang langsung menghadap ke alun-alun. Namun, alun-alun Malang ini menyalahi aturan tersebut. Kenapa?
Letak pendopo kabupaten berada di sebelah timur alun-alun dan tidak menghadap tepat ke arahnya. Pendopo tersebut menghadap ke selatan, yakni ke pusat perbelanjaan Gajah Mada Plaza dan Malang Plaza. Anomali inilah yang diyakini sebagai bukti bahwa alun-alun Malang tidak merepresentasikan kekuasaan “bangsawan jawa”, melainkan merupakan representasi dari Pemerintah Kolonial Belanda. Pemerintah Kolonial membangun berbagai bangunan khas Belanda, seperti rumah residen, Javasche Bank, gereja, dan Sociteit Concordia (tempat para pembesar Belanda berpesta di sekitarnya). 
Jadi, maksud awal dari pembangunan Alun-alun Malang adalah untuk membentuk sebuah pandangan bahwa pusat kota sudah dikuasai Pemerintah Kolonial. Dengan adanya representasi dari bangunan kolonial tersebut, maka kontrol ekonomi kolonial atas pribumi akan didapat.
Namun, ternyata maksud dari Pemerintah Kolonial ini tak bisa tercapai. Alun-alun Kota Malang yang seharusnya menjadi sebuah cermin kontrol penguasa ternyata dengan mudah dikuasai rakyat. Anggapan ini didasarkan pada sebuah foto lama yang dikoleksi oleh A. Bierens de Haan. Foto hitam putih yang diambil sekira tahun 1900an itu menggambarkan betapa mudahnya Alun-Alun Kota Malang ditaklukan oleh rakyat jelata. 
Banyak pedagang makanan dan minuman berjualan di bawah pohon beringin rindang yang berada di sisi barat dan selatan alun-alun. Para pembeli pun juga terlihat banyak. Duduk dengan asyik menikmati hangatnya sore di Malang yang saat itu sebenarnya masih terkungkung oleh kekuasaan kolonial. Mereka tak peduli dengan para penjajah yang masih bercokol di Bumi Arema. Meski tidak secara fisik, namun mereka melakan perlawanan “kultural”. Menguasai alun-alun yang seharusnya  bisa dilakukan dengan mudah oleh Belanda. Lalu, mengapa bisa terjadi perlawanan kultural semacam itu?
Jawabannya kembali pada anomali tadi. Konsep filosofi dari pembangunan Alun-Alun Malang tidak terlaksana. Tatanan simbolik untuk menguatkan citra kekuasaan tidak bisa dicapai. Meski banyak bangunan kolonial di sekelilingnya, tak satupun bukti menunjukkan eksistensi kolonial Belanda di Alun-alun Malang. Yang ada malah sebaliknya, rakyat jelata begitu mudah menguasai alun-alun.
Bagi Dolaners yang ingin berkunjung ke Taman Alun-Alun Kota Malang, Dolaners tidak perlu khawatir dan repot membawa bekal dari rumah karena di kawasan Alun-Alun Kota Malang ini banyak berjajar pedagang yang menjajakan macam macam dagangannya. Beragam pilihan kuliner dari mulai yang hanya sekedar jajanan cemilan ringan, makanan berat hingga beragam pilihan minumanpun tersedia disini. Harga yang ditawarkan pun sangat terjangkau. Selain makanan maupun minuman, di sini banyak pula pedagang yang menjajakan mainan, pakaian anak, maupun souvenir yang bisa dibawa pulang sebagai buah tangan. Jika dirasa kuliner yang ada di Alun-Alun Kota Malang ini belum memuaskan hasrat kuliner Dolaners, jangan khawatir karena di sekitar kawasan ini terdapat banyak rumah makan yang menggiurkan untuk dikunjungi, seperti Restaurant Agung, Toko Oen, Depot Rawon Nguling, Rumah Makan Inggil, Rumah Makan Ikan Bakar 52, dan masih banyak lagi.


Susu KUD, Alun-Alun Kota Batu

Cc: www.pesonanegeri.com)

Kalau anda sedang berwisata di Batu, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi minuman yang satu ini, yaitu susu sapi segar produksi KUD Batu yang bermerk Nandhi Murni.
Ada bermacam-macam susu dalam botol ukuran kecil dan besar, yang tersedia dengan berbagai macam rasa seperti coklat, strawberry, melon, dll. Tersedia juga yang dalam kondisi panas seperti susu coklat, stmj, dll.
Ada beberapa tempat yang berjualan susu produksi KUD Batu, seperti di Jalan Kartini yang dekat dengan alun-alun Batu tepatnya di depan warung ketan yang cukup legenda yaitu Pos Ketan legenda 67, namun tempatnya di sini tidak terlalu besar. Kalau ingin lebih nyaman bisa mengunjungi Depot Susu KUD Batu yang berada di jalan Diponegoro yang terletak persis di sebelah KUD Batu.Untuk menuju warung ganesha anda bisa menuju alun-alun, tepatnya di ujung jalan Kartini atau bisa juga menuju jalan diponegoro, persis disebelah KUD Batu. 

Ketan Legenda, Alun-Alun Kota Batu

Cc: www.adeutomo.com

Coba saya tebak, kalian yang baca artikel saya ini pasti pengen banget kan merasakan kelezatan Ketan. Terutama yang ada    di Pos Ketan Legenda 1967 Batu.

Yaps, Pos Ketan Legenda ini merupakan kuliner yang wajib sobat cicipi jika singgah di kota Batu ini.

Sebagai Traveller tak lengkap rasanya saat melancong tanpa mencicipi Kulinernya.

Berasa ada yang kurang gitu.

Singkat cerita sehabis capek main di Bukit Bulu Coban Rais yang punya Spot Foto Instagramable itu. Saya dan teman-teman saya turun dan lanjut mencicipi Ketan Legenda Batu. Ini merupakan cerita lanjutan saya liburan akhir tahun di malang.
Dan makan Ketan Legenda yang dekat dengan Alun-alun Batu itu sudah saya agendakan sebelumnya.

Sebenarnya Kuliner Khas Kota Batu ini sangat banyak sekali sobat. Ada sate kelinci, kripik apel, dan beberapa warung lesehan yang menyediakan Ayam goreng dan ikan bakar.

Tapi bagi anda yang lagi gak pengen makan yang berat-berat, atau kalian yang lagi diet.
Atau juga kalian yang ingin makan yang hangat dan manis-manis di Kota Batu.

Jawabannya adalah Ketan Legenda Batu.

Ya, makanan yang berada di sebelah Alun-alun Batu ini unik sekali.

Ketan yang biasanya disajikan dengan kelapa parut atau bubuk. Disini berbeda Guys.

Ketan Legenda Batu ini lahir pada tahun 1967. Buset lama banget kan. Dulu menunya hanya ketan dengan kelapa parut/bubuk.

Seiring berjalannya waktu inovasi demi inovasi sampai saat ini lebih dari 10 varian menu.

Kuliner Batu yang satu ini memang gokil banget. Sebuah ketan hangat di taburi beraneka varian rasa.

Ada yang pake durian, ada Ketan yang pake meses, keju, nangka, pisang, susu, vla, gula merah, susu kedelai dan juga ada menu yang sudah disajikan mix.

Jika sobat tidak begitu suka yang manis-manis atau eneg gitu. Ada juga menu yang gak manis.

Seperti saya, saya kemarin pesan Ketan Ayam Pedas. Ketan ayam pedas, yaitu ketan hangat yang di taburi bubuk daging ayam suwir.
Hmm.. bikin nafsu makan meningkat.